5 Februari 2012 pergi ke kedubes Jerman di kawasan Zamalek, bukan tidak sengaja, kali ini memang saya punya kepentingan, ya, mengurus visa untuk berangkat kesana (baca : Jerman). Ironi, bahkan secara pribadi saya tidak pernah membayangkan akan mendapat kesempatan kesana. Hanya saja semasa SMA dulu ada keinginan melanjutkan studi kesana, sadar kemampuan dan beratnya biaya yang harus dikeluarkan jadi alasan terkuburnya keinginan tersebut, padahal Allah Maha Kuasa yang dengan Kun Fayakun-Nya hari itu juga saya bisa diberangkatkan. Astaghfirullah, semoga ini bukan tanda hilangnya kepercayaan hamba padaMu, tetapi lebih pda jalannya nalar yang seolah condong pada kinerja yang realistis.

Sudahlah, terlalu jauh memaksa pemikiran untuk menjawab beberapa kata “kenapa?” yang akan muncul. Ribuan “?” sekalipun hanya akan menyita waktu. Syukuri. Cara yang tepat untuk nikmat yang selalu Allah sematkan dalam setiap detik yang senada dengan detak jantung yang terus berdegup.

Ke luar negeri,

Bukan sesuatu yang membanggakan, begitu isi dari tweet buah jemari ulama kawakan, KH. Abdullah Gymnastiar. Kebanggaan adalah ketika kita semakin dekat pada Allah, lanjutnya. Memang saat itu saya baca beberapa tweet Aa Gym, saat itu beliau memang sedang berada di Berlin – Jerman, layaknya entertainer, tweeternya “digilai” ummat yang merasa kagum dengan keberangkatan Aa saat itu.

Allah tak pernah tidur, rupanya itu adalah doa yang tak sadar saya ucapkan. Tanpa disadari, dua pekan setelahnya saya sudah mengurusi visa ke Jerman, melalui proses yang lumayan menguras pikiran, Alhamdulillah semua bisa diselesaikan.

Relevansi

Kesempatan ini bukan sengaja saya rencanakan, ini adalah bagian dari safar (Roadshow) grup nasyid yang aku ikuti, memang setahun kebelakang saya mengikuti grup nasyid yang terkenal di jazirah Arab, Dai Nada. Meski anggotanya warga Indonesia, tapi mungkin orang arab lebih mengenalinya dibanding WNI.

Hobi, itulah kata yang tepat untuk menebus harapan yang diidamkan. Mulanya  memang hobi, tapi begitu ada kesempatan untuk menjadi anggota Dai Nada, tentu sangat bodoh jika saya tinggalkan. Dengan dialek lebay, rekan masisir sering berpendapat saya orang beruntung, tentu karena dapat kesempatan bergabung di grup nasyid kenamaan ini.

Terlepas dari itu , saya hanya ingin mengoptimalkan kemampuan yang dibarengi keinginan untuk menjadi seorang Munsyid. Hobi… itu memang modal awal, tak secuil kemampuan yang kumiliki mengenai nasyid, hanya kemampuan yang sampai kini terus menggebu.

Hal ini pula yang sering membuatku minder.  Memang dibanding anggota yang lain, latar belakangku sangat berbeda jauh, betapa tidak hobi nyanyi lagu dangdut dipaksakan bernyanyi nasyid, aneh bukan? Kendatipun demikian saya tak mau kesempatan emas ini hanya berlalu begitu saja. Dengan usaha yang terus dilakukan, bahkan tak jarang saya diejek karena sering bernyanyi sendiri dengan suara yang pas-pasan, tapi tak apa, bagi saya, ini hanyalah sebuah cambukkan agar menjadi lebih baik.

Hobi. Hobi dan hobi, itu alasan untuk tetap bertahan. Kata “hobi” ini menjawab puluhan bahkan ratusan “?” yang terlontar dari mulut kerabat dekat. Banyak email yang saat itu masuk, entah itu pujian, pertanyaan atu mungkin hanya awal dari sebuah perkenalan. Ringkasanya rata-rata menanyakan kekaguman dan pertanyaan mengenai keperlua
Berkali-kali saya menjawab “Hadza min fadli Rabbi”, hanyalah cuplikan dari skenario Allah yang begitu indah. Perjalan ini hanyalah buah daripada hasrat yang menghiasi hobi.n saya ke Jerman. Hmmm, miris, kendatipun saya merasa bangga, Indonesia tetap menjadi destinasi yang sangat membanggakan.

Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT dan terimakasih yang sedalam-dalamnya, terutama pada rekan-rekan Dai Nada yang bersedia memberikan motivasi dengan kesempatan yang diberikan, terkhusus Kak Akhyari yang dengan kerelaannya mengikutsertakan saya untuk ambil bagian dalam syiar kali ini.

Muhasabah

Berkaca dari hal ini, saya hanya ingin menjadi pribadi yang bersyukur, sekalipun peluang untuk ria dan takabbur juga membuntuti. Berharap semoga perjalanan ini beroleh berkah. Aamiin.

Motivasi

Detik ini jadi acuan untuk semakin berani bermimpi, Allah Maha Kuasa. “Man jadda wajada” benar adanya, seikat hobipun bisa jadi landasan ketika kita bersungguh-sungguh. Dahulu saya berpikir, keluar negeri itu takkan pernah jadi kenyataan. Secara perlahan tahap-tahap impian mulai terwujud. Tetap berhusnudzan pada Allah. Dia Maha Segalanya.